Di penghujung tahun 2022 ini saya dan keluarga mendapat kesempatan utk kembali berangkat ke Amrik, karena kami harus membantu proses pindahan anak kami yg pertama. Kami berangkat dgn mobil milik anak kami dari Madison, Wisconsin menuju Hyde Park, New York — dalam winter strom yg cukup parah.
Long story shorts, kami akhirnya sampai di Hyde Park dan mendapatkan kesempatan utk mengikuti orientasi di sekolah anak kami. Sebenarnya anak pertama kami sudah lulus dgn gelar bachelor, namun dia ingin melanjutkan sekolah lagi dengan belajar culinary secara professional.
Dalam proses orientasi ini, saya belajar mengenai arti dari ‘Mise En Place’ — dari semua presentasi yg membosankan, hanya arti dari Mise En Place ini seakan2 datang dari Tuhan.
Saya yakin dan percaya bahwa Tuhan bisa berfirman lewat berbagai macam cara dan tempat, namun tidak bertentangan dgn Alkitab.
Mise en Place — memiliki arti dimana semuanya sudah pada tempat dengan proses waktu yg tepat, jadi sebelum proses memasak di mulai, seorang chef dituntut utk bisa mempersiapkan segalanya dgn baik. Semua bahan2 sudah dikupas, dicuci, dipotong, ditimbang dan dipersiapkan dengan baik. Semua tertata dengan rapih, sehingga pada saat proses memasak, semua dapat diproses dengan baik.
Bisa dibayangkan kalau kita mengoreng ayam tapi banyak bumbu dan bahan2 yang belum dipersiapkan, karena begitu proses pengorengan terjadi makan segala sesuatu akan berjalan dengan cepat dan segala sesuatu harus sudah siap.
Disini lah saya belajar mengenai kehidupan, seringkali kita berada di musim dan situasi yang sulit dan tidak masuk akal, kenapa seakan2 Tuhan meninggalkan kita atau kenapa kalau Tuhan itu baik, kehidupan kita begitu sulit?
Mise en place – ini memaksa kita melakukan proses detail yang membosankan dan tidak menyenangkan. Kita harus belajar mencuci, mengkupas dan memotong2 bahan makanan sesuai resep. Apalagi kalau harus ngurusin daging, anak saya harus membersihkan daging — dari membersihkan, sampe cabut bulu2 yg tersisa, dipukul2 biar empuk, dicuci, dikasih bumbu dan kadang harus dibiarkan satu dua hari sebelum semuanya siap dimasak. Proses manual yang membosankan, memakan waktu dan bukan sesuatu yang menyenangkan. Tidak ada yang enak dari proses tersebut, tapi harus dilakukan…Nah setelah semuanya dipersiapkan, segala sesuatu sudah berada di tempat yang tepat maka proses memasak dimulai, proses memasak ini jauh lebih menarik dan segala sesuatunya berjalan dengan cepat.
Mungkin ini yang mau Tuhan ajarkan dan ingatkan saya bahwa proses kehidupan itu mirip seperti itu. Banyak sekali perjalanan hidup yang sulit, yang tidak masuk nalar dan akar pikiran kita. Kita masuk dalam proses pendewasaan yang seakan2 tidak ada habis2nya.
Badai kehidupan silih berganti, kadang kita akhirnya dibawa masuk dalam situasi dan kondisi — dimana kita tidak dapat berharap lagi kepada siapapun dan apapun, selain Tuhan Allah Bapak sendiri. Kita akhirnya belajar berserah.
Tapi itulah proses persiapan, Mise En Place, pada waktunya — disaat yang tepat, makanya semuanya akan berubah menjadi cerita manis yang masuk akal, kita akan masuk ke dalam satu level yang baru, dimana kita baru merasakan kebaikan Tuhan yang luar biasa.
Mari bersabar dan mau percaya bahwa Tuhan itu baik, apapun keadaan hidup kita tidak pernah mengubah kenyataan bahwa Tuhan itu baik, selalu baik dan tidak pernah tidak baik.
Jangan putus asa, tetap berjalan sesulit apapun kehidupan itu.
Dalam perjalan ke Hyde Park, kami harus melewati Winter Snow Strom, hujan salju yang lebat dengan cuaca dingin yang extreme — bahkan kita hampir terdampar di Indiana. Jarak pandang yang kurang dari 50m di tengah hujan salju dengan jalanan yang licin, kami berjalan tidak lebih dari 20km/jam.
Waktu semakin sore, dan sudah mulai gelap. Situasi mulai mencekam karena jalanan sepi, dan kami tidak tahu apakah kami bisa melewati semua ini atau apa yang akan terjadi. Saya berdoa sambil teriak2, tapi dalam hati karena saya tidak mau anak dan istri saya ikutan panik. Istri saya pun mulai panik terlihat dari raut muka wajahnya yang cantik.
Jalanan freeway sudah ditutup dan kami diharuskan lewat jalanan kecil. Masih untung ada Google Maps, karena kita benar2 tidak bisa melihat kemana kita berjalan. Salju yang sudah menutupi semua jalanan, sehingga tidak ada lagi batas dimana jalan dimulai dan berakhir. Time of arrival pada Google Maps berjalan semakin lama karena perjalanan yang sangat lambat.
Walaupun akhirnya kami sampai di Goshen, Indiana — kami akhirnya harus tinggal lebih lama, karena hujan salju yang semakin parah.
Namun inti dari cerita tsb, separah apapun perjalanan itu, tidak ada pilihan lain selain terus berjalan — tidak mungkin buat kami utk kembali, karena jarak tempuh yang sudah jauh dan badai snow yang lebih parah di Madison, Wisconsin.
Begitulah dengan kehidupan kita, sesulit apapun dan seberat apapun badai kehidupan—mari terus berjalan dan tidak putus asa.
Pasti semuanya akan indah pada waktunya, kalau belum indah yah karena belum waktunya. Tapi ingat, menurut waktu Tuhan bukan waktu kita.
Kita masih dalam proses Mise En Place.
Jadi ingat bedanya cerita ‘Buffalo and Cow’ — saya pernah membaca suatu cerita: Konon, ketika hujan badai datang, kedua binatang ini mempunyai sifat yang berbeda. Buffalo akan memberanikan diri mereka, dan berlari ke arah badai hujan tersebut — bukan menjauh namun justru berlari menabrak ke arah badai hujan, dan karena speed mereka yang tinggi akhirnya mereka justru berada di belakang hujan badai yang mereka terjang. Ternyata instinct mereka membuat mereka keluar dari badai hujan dengan cepat.
Sebaliknya, Cow justru akan berlari menjauh dari badai hujan, namun karena speed mereka yang lambat seringkali mereka malah terjebak dalam badai hujan yang terus bergerak, sehingga dalam proses tersebut, kawanan cow ini akan terus terjebak dalam badai hujan lebih lama, semakin mereka berlari akhirnya mereka berlari sejalan dan mengikuti arah badai hujan tsb. Kehujanan lebih lama membuat beberapa dari kawanan cow tsb malah sakit dan pendek umurnya.
Sama dengan cerita kami dalam menempuh winter snow strom, terus berjalan dalam keadaan badai kehidupan mungkin akan menjadi satu2nya pilihan terbaik dalam kehidupan.
Dan terakhir, ada satu cerita lagi kenapa lebih baik diproses oleh Tuhan dengan segala resiko badai kehidupan.
Sebelum masuk sekolah Culinary School, anak saya sempat bekerja sebentar di Sur La Table — ini adalah brand mewah alat dapur sehingga ada pada toko2 mereka di Mall2 selalu ada tempat les masak utk kaum borjuis, mereka datang ramai2 dan kemudian ikutan les masak — nah lucunya anak saya bekerja utk mempersiapkan Mise En Place utk para customer. Sehingga mereka tidak perlu repot2 lagi, tapi hanya tinggal menikmati hasil dari Mise En Place tsb. Seakan-akan mereka belajar masak, tapi mereka tidak pernah belajar mempersiapkan apapun yang akan mereka masak.
Namun para customer ini tidak pernah bisa menjadi Chef secara professional, karena mereka tidak tahu apa yang dipersiapkan, proses persiapan dan bagaimana mempersiapkannya. Mereka hanya menjadi penonton yang diperbolehkan mencicipi sebagian dari proses pendewasaan dari Tuhan.
Sama seperti kita, apakah kita mau menjadi pemenang masuk ke tanah perjanjian atau kita hanya menjadi penonton saja? Hanya karena kita tidak pernah mau berhadapan dengan badai kehidupan, akhirnya kita memilih lari seperti kawanan cow atau menjadi penonton yang setia hanya karena kita ingin tetap merasa aman. Walaupun akhirnya malah terjebak dalam badai yang berkepanjangan.
Saya lebih baik masuk dalam badai kehidupan bersama Tuhan, daripada menjadi seseorang yang hanya mendengar betapa baiknya Tuhan dalam kehidupan orang lain tapi tidak pernah mengalaminya sendiri.
Saya menulis ini semua semata2 untuk menguatkan saya pribadi yang sedang menunggu jawaban Tuhan dalam peperangan dengan kezoliman orang2 fasik.
Tapi saya yakin nanti mereka boleh melihat bahwa perlindungan Tuhan dalam kehidupan saya itu nyata, it is written — You prepare a table before me, in the presence of my enemies… Psalm 23
Singapore, Friday 13th, Jan 2023